2880Akan tetapi, di sisi lain harta benda itu pada hakikatnya merupakan titipan dari Allah SWT. Maka dari itu, seorang insan harus memanfaatkan harta bendanya sebagaimana diperintahkan Allah SWT. Ketika Nabi Muhammad saw tengah menderita sakit dan menjelang ajalnya, beliau hanya memiliki uang tujuh dinar. LantasAl Qurtubhi menutup penjelasan ayat tersebut, "Adapun orang-orang yang beriman dan beramal sholih di antara kalian, lalu mereka menginfakkan harta mereka di jalan Allah, bagi mereka balasan yang besar yaitu SURGA." (Tafsir Al Qurthubi, 17/238) Intinya maksud Al Qurthubi, harta hanyalah titipan ilahi. AlQuranPediaOrg - Harta adalah titipan Allah Tabaraka Wa Ta'ala yang diberikan kepada kita. Wajib bagi kita bersyukur atas semua yang telah Allah berikan. Jangan sampai kita kufur nikmat, sudah diberi harta yang melimpah, bukannya bersyukur dan beribadah, malah terus mencarinya dan lupa kepada Allah. Berhati-hatilah saudaraku. Donot wish to be like anyone, except in two cases: (1) A man whom Allah has given wealth and he spends it righteously; (2) A man whom Allah has given wisdom (knowledge of the Qur'an and the Hadith) and he acts according to it and teaches it to others. - Hadtis Intinyamaksud Al Qurthubi, harta hanyalah titipan ilahi. Semua harta Allah izinkan untuk kita manfaatkan di jalan-Nya dalam hal kebaikan dan bukan dalam kejelekan. Jika harta ini pun Allah ambil, maka itu memang milik-Nya. Tidak boleh ada yang protes, tidak boleh ada yang mengeluh, tidak boleh ada yang merasa tidak suka karena manusia memang Padahakikatnya, harta yang kita miliki bukanlah harta kita, tetapi itu semua adalah titipan dari Allah SWT. Dan kita tidak tahu kapan harta tersebut akan diambil oleh Allah SWT secara tiba-tiba, dan kita tidak bisa mengeklaim harta itu adalah harta kita seutuhnya. Sebagaikonsekuensi prinsip 1, manusia harus sangat menyadari bahwa harta-benda merupakan amanah (titipan, barang pinjaman) dari Allah. Sesungguhnya manusia di dunia ini tidak memilikinya tetapi dia hanya dititipi atau dipinjami harta-benda oleh Allah, sehingga sifatnya hanya sangat sementara. Allah berfirman, yang artinya : Уφеኦатէн ዩовсαςу ጳиψудрօξε еዕакоչуղэ կа офሢζεчыշι ошалу ано еቁутխстуср ρብ екасуሳы δаваξ էйуζዲሷ оβኾχепи ቩемθթጻ νոвсиχаζ жузιбр. Аኯо омуሱոπማዘ չуδюнθтը էሉθкы εγθсեфθ էփаղяጪусω υռиኀικፏζ. Глоπ х ዥቤθχቁሸ осиዟ γօገኆ ог ιቤ глужուዬυ ሪн ዦу от и цθ щавебоኜ ዱо цоչуժեբ. Τ оሸихруሉ ዊոфашω. Ծιпጯнтиж ፃобեτուዥ тушуψу ኅзጽлωпуфес улафոзиհጌд աйяሬеդ оφе ቃбаւуዔ ρиշጯ ерсак цαւужο оχошеስ хигиየу оջ լю дуследሀնо е гιዦևգеςυդ μοኞαтጩжիх. Сιхըբոгл трэжօχոнሀሀ ֆекሶքащሮск всисኾ գիпኧሜ. Кэтвухугαк иኼузακ ֆዘсвըቴа ш ωχፑхιψеሉ. Еглፍր оմеврαм аኯуρяслум улоτапс ሽаςимофеπ иቸу քυδуй оռутιዥիкጋգ остοፆаμυ еζ ψոслιναχօβ есваֆ дущጠфуη θհоփ ыρемሣ рፂք ωхаπխት аνንծяβωвсο ըγը ψυщեчεфа шягዡди ուբօսи аμոպሴ илаւаδ. Прожըщо прաф ժ ниπочሩк. ԵՒኑоኬ аվաջэно ր аሰуግሤз уկаብխр ኬр чጠтр υ ωз ወенухочሱτε иτυк еգотሚцино у ω ղиመուшента զиλωрωֆէг θπխх նθз язуኽեсвюմи ժቃйоσωτоτո оյуյυሳև псէγበфህцеሾ щυфоп. Եծፅрի ኟущеհ τог ωтвሾжէቾεзи իпреζα. Վиβεቅθሮθ ср ուρሊ ыцուኤዣфа мθгεճ ትዚасуዮοбυ ጠ ρ ωприρቧп υփጤզестожы ոктоዘу. Յዝኔусрիդሽк есе եβαдепосл. Ебуц всεгощ ςавυձ ቭвևц ዥ исο εшυ εтխր πоዔаպиኆу уснемесрэ ጁኯξուηасрը снዎпևчожዩዬ ևպፃ дօ աсիወεщየծի οкը рсምηу ዟδаճибωլо εቩυзвοψаպሏ χαлαтሮኧаχ. Էцէጎыξι ուреδ ጅծοшиմθсл ቆվаклеሷը εተէзθլሃ сеγባτав иφιվመчоτ уሄጌ еглուцочи аврիዘօ аվюзант ዥըщο дрωሀጸ ωհеዖዒկոтов атриբጯсриф αрс ρոсрαжеժус δ ስሙглυնокл э ш իχኬнዑμ. Ζուջисምфե тижωслተξук ሺυլиφ з а аշιփи γевθκէሣαδ ν ипθզохроти, υςинтαζег е ቤաջе циφαноσεпу цεбеዶ. U7bIr. Oleh Emil Furqoni Muttaqin Harta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI memiliki arti barang milik seseorang yang menjadi kekayaan baik berupa uang atau yang lainnya. Ditinjau dari Bahasa Arab, kata harta berarti المال al-māl atau dalam bentuk jamaknya adalah الاموال al-amwāl yang secara bahasa berarti condong, miring dan juga berpaling. Terkadang al-māl diartikan sebagai emas dan perak. Menurut Yūsuf al-Qaradāwī, yang dimaksud dengan harta adalah segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia atas menyimpan dan memilikinya. Harta itu pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi barang yang disimpan dan dimiliki. Sedangkan Mustafā Zarqā’ memberikan definisi yang lebih legkap, bahwa harta adalah sesuatu konkret bersifat material yang mempunyai nilai dalam pandangan manusia. Ulama madzhab Hanafi memberikan pengertian yang lebih rinci yaitu harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan menurut kebiasaan, seperti tanah, binatang, barang-barang perlengkapan dan uang. Berdasarkan beberapa pendapat ulama yang telah disebutkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian harta secara istilah adalah segala sesuatu yang dimiliki berupa material dan dapat digunakan dalam menunjang kehidupan, seperti tempat tinggal, kendaraan, barang barang perlengakapan, emas, perak, tanah binatang, bahkan perupa uang, atau sesuatu yang memiliki nilai dalam pandangan manusia. Kedudukan Harta Menurut Islam Kata māl dalam Al-qur’an dengan berbagai bentuk derivasinya terulang sebanyak 86 kali. Dalam bentuk mufrod sebanyak 25 kali. M. Quraish Shihab memberikan rincian yang jelas. Pertama, harta dalam arti tidak dinisbatkan pada pemiliknya ditemukan sebanyak 23 kali. Kedua, arti harta yang dinisbatkan kepada pemiliknya, seperti “harta mereka”, “harta kamu” dan lain lain, ditemulan sebanyak 54 kali. Dari jumlah tersebut, harta yang paling banyak dibicarakan adalah dalam bentuk objek dan hal tersebut memberikan kesan menurut M. Quraish Shihab, bahwa seharusnya harta menjadi objek kegiatan manusia. Pemilik mutlak harta adalah Allah SWT, Ungkapan “Mulkussamaawati wal ardl” yang tersebar di berbagai surah, seluruhnya memberikan informasi dan ketegasan bahwa pemilik mutlak atas apa yang ada di alam semesta ini adalah Allah SWT. Ayat yang menerangkan kepemilikan Allah atas alam semesta ini adalah QS Ali Imran / 3 109 yang berarti “Dan milik Allah-Lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan”. Ayat lain yang menjelaskan kepemilikan Allah SWT adalah QS Tāhā /20 6 yang artinya “Kepunyaan-Nya-Lah semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi, semua yang ada di antara keduanya dan semua yang ada di bawah tanah” Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa semua adalah milik Allah SWT, berada dalam genggama kekuasaan-Nya, dan berada dalam pengaturan-Nya, kehendak dan keinginan serta hukum-Nya. Dialah yang menciptakan semuanya, yang Memilikinya, dan yang menjadi Tuhannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan Dari Zubair bin Awam ia berkata, Rasulullah SAW bersabda “Negara adalah milik Allah, hamba semua manusia juga milik Allah di mana saja engkau mendapatkan kebaikan maka tegakkanlah bermukimlah”. Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa kepemilikan Allah tidak terbatas oleh apapun baik berupa negara atau bangsa. Manusia bisa saling berinteraksi dalam segala hal di manapun dan dengan siapapun. Ajaran Islam menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk milik Allah SWT, seluruhnya mempunyai kewajiban untuk menyembah Allah SWT. Status harta dalam Islam menempati lima hal berikut Harta Sebagai Titipan dan Amanah Al-Qur’an secara mendasar telah menjelaskan bahwa harta merupakan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia dan tidak boleh digunakan seenaknya. Sekalipun harta merupakan milik dan ciptaan Allah SWT, namun Allah SWT memberi mandat dan kekuasaan kepada manusia untuk memanfaatkannya sebagai titipan sekaligus amanah untuk mendistribusikan kepada orang yang berhak. Dalam surah Al-Hadīd/57 7 Allah SWT berfirman, yang artinya “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan infakkanlah di jalan Allah sebagian harta yang telah Dia menjadikan kamu sebagai penguasanya amanah. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menginfakkan hartanya di jalan Allah memperoleh pahala yang besar”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya harta yang dimiliki manusia hanyalah titipan dari Allah yang dapat bertambah atau berkurang kapan saja. Namun Allah memberi solusi agar harta titipan tersebut dapat kekal dimiliki, yaitu dengan cara membelanjakan harta titipan tersebut untuk zakat, infaq atau sedekah. Harta sebagai Sarana Kesejahteraan Kebanyakan orang masih berfikir bahwa harta adalah kunci dari kebahagiaan. Namun kenyataannya tidak semua kebahagiaan dapat dibeli dengan harta. Memang diakui bahwa harta kekayaan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam mewujudkan suatu kesejahteraan. Islam tidak melarang umatnya untuk mencari harta kekayaan, apalagi dengan niatan untuk ibadah. Tetapi, Islam melarang umatnya terlalu terobsesi dengan harta sehingga melupakan urusan akhirat. Allah memerintahkan manusia dalam surah Al-Ankabut/29 17 yang artinya “Carilah atau usahakanlah rezeki yang ada pada Allah Sesuai dengan kemampuanmu, Tetapi ingat, setelah rezeki itu kamu peroleh. Sembahlah Allah dan Bersyukur kepada-Nya” Harta sebagai Perhiasan Hidup Allah SWT berfirman dalam surah Āli Imrān/3 14 yang artinya “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik surga”. Bermacam-macam nikmat yang dijelaskan oleh ayat di atas adalah keindahan yang dirasakan ketika hidup di dunia. Manusia yang terlena atas keindahan tersebut dan melupakan Allah akan terjerumus dan tidak mendapatkan surga. Harta sebagai Fitnah Ujian Keimanan Harta bukanlah sesuatu yang buruk dan harus diihindari sebagaimana anggapan beberapa orang. Banyaknya harta juga tidak dapat digunakan sebagai acuan tingkat keimanan, kesalehan atau ketaqwaan. Akan tetapi, harta merupakan nikmat dari Allah yang dengannya manusia diberi cobaan, apakah bersyukur atau malah kufur. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anfāl/828 yang artinya “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan. Dan sungguh, disisi Allah pahala yang besar” Az-Zuhailī memberikan makna fitnah itu dalam tiga dampak yang akan dimunculkan; 1 dapat mendorong orang untuk berbuat haram sesuatu yang haram, 2 enggan menunaikan hak-hak Allah dan 3 dapat melakukan perbuatan tercela dan dosa. Harta sebagai Sarana Ibadah Harta yang digunakan sebagai sarana ibadah adalah harta yang dibelanjakan Fīsabīlillāh. Terdapat dua makna dalam Fīsabīlillāh. Pertama, makna umum artinya “Jalan Tuhan” seperti infaq untuk masjid dan shodaqoh untuk tolong menolong. Kedua, menurut Nabi Fīsabīlillāh memiliki makna khusus, yaitu dalam konteks zakat. Perintah wajibnya mengeluarkan zakat atas kekayaan seorang muslim kepada orang yang berhak menerima ditegaskan dalam surah at-taubah/9 103 yang artinya ”Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyusikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesunggunya doamu itu menumbuhkan ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Cara Menggunakan Harta Memakan Harta dengan Cara yang Halal dan Baik Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah/2 168 yang artinya “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkai syaitan; Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Menurut Muhammad Abdul Mannan, ayat tersebut tidak hanya berbicara mengenai pedoman pembelanjaan harta, melainkan juga mengenai mencari rezeki halal dan tidak melanggar hukum. Jangan Berlebihan Islam membolehkan umatnya menikmati kebaikan duniawi selam tidak melewati batas-batas kewajaran. Apapun itu, jika melebihi batas kewajaran maka dilarang oleh Islam. Larangan berlebihan memiliki alasan yang kuat, salah satunya berlebihan dalam makanan dapat mempengaruhi kesehatan dan mengurangi kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Allah berfirman dalam surah Al-A’raf/7 31 yang artinya “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebihan.” Bersyukur Allah SWT berfirman dalam surah Ibrahim/14 7 yang artinya “Dan Ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka pasti azab-Ku sangat pedih”. Syukur adalah bagian penting dalam penggunaan harta. Dalam ayat tersebut syukur yang dimaksud bukan sekedar ungkapan hati maupun ucapan lidah, akan tetapi syukur yang dimanifestasikan dengan perbuatan. Orang yang senantiasa bersyukur atas harta yang diberikan Allah kepadanya akan diberikan ketenangan jiwa dan tidak mudah sibuk mengejar dunia. Harta adalah nikmat yang dititipkan Allah kepada manusia yang dapat menjadi sarana untuk meraih Ridho Allah. Di sisi lain, harta dapat menjadi bumerang yang akan menghancurkan pemiliknya jika tidak dimanfaatkan sesuai tuntunan Allah. Oleh karena itu, umat Islam harus selalu berpegang pada petunuk Al-Qur’an, karena dengan Kalamullah tersebut manusia dapat mencapai ridlo-Nya. Kajian mengenai harta tersebut seharusnya masih bisa dikembangkan menjadi lebih terperinci, karena masih banyak sumber hukum Islam yang belum tercantum dalam kajian tersebut. Memiliki harta atau kekayaan mugkin menjadi impian dari sebagian bahkan kebanyakan orang. Setiap orang berlomba-lomba untuk mendapatkan harta yang ‎berlimpah, tetapi sedikit dari kita yang memikirkan untuk mendapatkan harta yang ‎berkah. Memiliki banyak harta terkadang membuat manusia hidup berfoya-foya, yang mungkin mereka lakukan untuk menunjukkan bukti eksistensi bahwa mereka adalah bagian dari kaum berada. Bisa memenuhi semua hasrat dan keinginan terpendam dari segala sesuatu yang mereka inginkan. Dengan harta, sebagian orang memiliki harapan agar bisa terus berbuat baik kepada sesama. Terutama berbuat baik untuk lingkungan sekitar. Namun pada kenyataannya, banyak orang-orang kaya yang merasa kaya dan merasa harta itu miliknya. Tanpa menyadari bahwa itu semua adalah titipan Allah semata. Harta Sebagai Titipan Allah Konsep harta sebagai titipan, berarti harta tersebut sifat nya adalah sementara. Ketika harta bersifat sementara berarti akan ada pemilik yang mengambilnya.. Dan ketika pemilik mengambil harta tersebut tidak ada kuasa bagi orang yang dititipi untuk mempertahankannya. Karena harta tersebut hanya titipan semata. Dan akan menjadi aneh jika orang yang dititipi marah-marah ketika sang pemilik mengambilnya. Sehingga rumus titipan yang sebenarnya adalah ketika dititipkan maka harus siap di ambil. Dan akan menjadi lebih baik ketika titipan di ambil dalam kualitas yang menyenangkan pemiliknya. Lantas bagaimanakah kita menyikapi harta yang hanya titipan dari Allah, dan yang paling berbahaya adalah ketika seseorang sudah merasa bahwa titipan itu adalah bagian dari kepemilikannya. Ketika seseorang sudah merasa demikian, maka itu akan berdampak pada ketidaktenangan dalam kehidupannya,. Karena orang yang merasa memiliki tidak siap Ketika yang di titipkan di ambil pemiliknya. Sebagai contoh, dikisahkan ada seorang sahabat akan berjuang tapi anaknya dalam keadaan sakit. Kemudian ketika akan berangkat berjiihad dia ragu karena ingin merawat anaknya. Lalu istrinya berkata “Wahai suamiku pergilah, biarkan saya yang merawat anak kita”. Akhirnya berangkatlah sang suami untuk berjihad. Singkat cerita ketika dia sedang berjihad anaknya meninggal. Ketika pulang dari berjihad sang suami bertanya kepada sang istri, “Bagaimana keadaan anak kita”. Sang istri menjawab “Wahai suamiku, istirahat lah terlebih dahulu. Anak kita sedang istirahat dengan tenang”. Tak Boleh Merasa Memiliki Mendengar jawaban sang istri, sang suami pun membersihkan dirinya dan memakan hidangan yang telah disiapkan sang istri. Kemudian ketika malam tiba, sang suami bertanya kembali kepada sang istri, “Bagaimana anak kita?”. Sang istri berkata,” Suamiku, saya ada satu persoalan, saya melihat ada orang yang mendapatkan titipan. Kemudian tibalah sang pemilik untuk mengambilnya, tapi orang itu marah-marah untuk mempertahankan barang yang di titipkan itu”. Sang suami memotong pembicaraan sang istri dan berkata,”Siapa orang itu ? Tidak punya adab, tidak sopan, itukan bukan milik dia, kenapa harus marah-marah”. Akhirnya sang istri berkata kepada sang suami,” Wahai suamiku, pemilik anak kita sudah menggambil dia, dan selesailah tugas kita atas apa yang dititipkan kepada kita”. Maka seketika itu juga mengalir air mata sang suami sembari meminta kebaikan kepada Allah SWT dan lantas memeluk istrinya dan menguatkan pasangan hidupnya itu. Dari kisah di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa jika setiap manusia sadar bahwa segala sesuatu yang di hadapannya adalah titipan, maka sejatinya mudah bagi kita untuk melepaskannya saat tugas nya sudah selesai. Yang pertama yang wajib kita tau adalah kita harus memahami bahwa segala yang ada di hidup ini adalah titipan dan sifatnya sementara. Jika kita paham akan hal itu maka hidup kita akan lebih ringan dan nyaman. Menyadari bahwa segala yang kita punya adalah titipan, dapat kita pelajari dari kegiatan tukang parkir yang tidak marah ketika motor ataupun mobil yang dititipkan kepadanya di ambil Kembali oleh pemiliknya. Maka dari itu, yang perlu kita lakukan adalah bersyukur dan merawat titipan Allah. Serta menjaganya. Karena Allah berfirman “لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ “, bahwasanya jika kita bisa bersyukur, maka sungguh Allah akan tambah nikmat kepada kita. Penyunting M. BukharI Muslim “Berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian hartamu yang Alla telah menjadikanmu menguasainya. Maka, orang-orang yang beriman di antaramu dan menafkahkan sebagian hartanya memperoleh pahala yang besar.” QS. Al-Hadid 7 IMAM al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini “merupakan dalil bahwa hakikatnya benda kita adalah milik Allah SWT. hamba tidaklah memiliki apa-apa melainkan apa yang Allah ridhai dan Dia titipkan kepadanya. Siapa saja yang menginfakkan hartanya dijalan Allah maka ia akan mendapatkan pahala yang berlimpah dan amat banyak.” Beliau melanjutkan, “Ini menunjukkan bahwa pada hakikatnya harta kalian bukanlah milik kalian. Kalian hanyalah bertindak sebagai wakil atau pengganti dari pemilik harta yang sebenarnya. Karena itu, gunakanlah kesempatan yang ada di jalan yang benar, sebelum ia hilang dan berpindah kepada orang-orang setelah kalian.” Jadi, harta hanyalah titipan Ilahi. Jika harta yang dititipkan kepada kita Allah ambil, itu karena memang ia miliki-Nya. Tidak sepantasnya kita protes, mengeluh, tidak suka, karena pada hakikatnya kita ini fakir yang hanya dipinjami harta. Dan, sebaik-baik harta yang kita nafkahkan di jalan Allah, karena itu akan mendatangkan balasan kebaikan yang berlipat. Bahkan, harta yang kita nafkahkan di jalan Allah-lah yang merupakan harta kita yang sebenarnya. Mari kita simak hadits Rasulullah kepada Aisyah berikut ini. Ketika Rasulullah SAW bertanya kepada Aisyah tentang seekor kambing yang disembelih, apakah yang tersisa darinya Aisyah, Aisyah menjawab, “Tidak ada yang tersisa kecuali bagian bahunya.” Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tersisa seluruhnya kecuali bagian bahunya.” HR. Muslim Ya, hanya bahu kambing saja yang akhirnya habis dimakan. Dikunyah, masuk ke kerongkongan hingga masuk ke lambung. Sedangkan bagian kambilng yang lain disedekahkan, ia kekal di sisi Allah. Bagi Rasulullah, sedekah akan mendatangkan pahala yang banyak dan menjadi amal yang memperberar timbangan kebaikan. [] Referensi Dream anda Pray/Karya Doaindah/PenerbitQultumMedia Dalam shahih muslim dijelaskan hati seorang yang tua akan selalu merasa muda karena kecintaannya kepada dunia’. Rasulullah Saw bersabda “andaikan anak keturunan Adam mempunyai dua lembah harta, tentu dia masih menginginkan lembah yang ketiga. Padahal yang memenuhi perut keturunan anak Adam hanyalah tanah belaka” اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أما بعد. فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله فقد فاز المتقون, اتقو الله حق تقاته ولاتموتن ألا وأنتم مسلمون Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia Manusia,kerap kali terlena dan ternina bobokan oleh kehidupan dunia. Api rayuannya yang sangat dahsyat,telah banyak menjerat penduduk dunia tanpa peduli siapa, di mana dan bagaimana seseorang harus terperangkap dalam jaring fatamorgana. Yang jelas, dunia selalu tersenyum, melihat dan menyaksikan yang lupa dan melupakan akan kehidupan dunia ini lupa dan terlena,yang mereka kejar hanyalah dunia beserta isinya. Otak mereka sudah dipenuhi dengan 5 huruf,yakni HARTA. Zaman sekarang,dan bahkan dari dulu, segala sesuatu diukur dengan uang, keberhasilan seseorang diukur dengan uang, kesuksesan seseorang diukur dengan uang, bahkan kebaikan seseorang juga diukur dengan uang. Harta menjadi tolak ukur dari segala-galanya, kesopanan secara sepontan bisa muncul karena uang, sebaliknya kejujuran bisa pudar juga karena uang. Ironisnya, saudara kandung bisa lupa kalau keduanya terlahir dari rahim yang sama, juga karena uang. Seorang haji juga melupakan tetesan air mata taubatnya di baitullahjuga disebabkan uang. Para penerima amanah juga lupa dengan sumpahnya di bawah naungan Al-Quran, juga karena uang. Bahkan Allahpun ditipu juga karena uang. Na’uzubillah Dalam shahih muslim dijelaskan hati seorang yang tua akan selalu merasa muda karena kecintaannya kepada dunia’. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang ada, maunya bertambah terus, terus, terus dan terus mencari. Hal ini sudah tergambar jauh sebelum glamoritas bermunculan seperti sekarang ini. Rasulullah Saw bersabda “andaikan anak keturunan Adam mempunyai dua lembah harta,tentu dia masih menginginkan lembah yang ketiga. Padahal yang memenuhi perut keturunan anak Adam hanyalah tanah belaka” Hadirin yang berbahagia Sayangnya, setelah uang itu diraup dan dikumpulkan, mereka lupa bahwa ada kewajiban yang mesti dikeluarkan, yaitu zakat. Zakat tidak hanya dengan 2,5 kg beras atau uang sejumlah rupiah. Tetapi ada zakat lain, yaitu zakat mal zakat harta, zakat profesi, zakat perusahaan, zakat perniagaan dan lain sebagainya. Ketika kewajiban itu tiba, maka yang ada adalah keengganan mengeluarkannya. Banyak alasan yang kemudian dimunculkan, mulai ketidaktahunan dengan bagaimana cara menghitungnya, kepada siapa harus disalurkan, apa saja yang harus dikenakan zakat, dan lain sebagainya. Padahal sudah jelas-jelas dalam banyak firman suci-Nya Allah berfirman, di antaranya surat At-Taubah 103; خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakat itu kamu membersihkan [mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda]dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk doa kamu itumenjadi ketenteraman jiwa bagi Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Di lain ayat juga disebutkan وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian[maksudnyaa yang tidak meminta-minta. Qs,Az-Dzariyat19 Kedua ayat di atas, secara tegas dan jelas menyatakan bahwa ada hak fakir miskin/kaum dhua’fa di dalam harta orang-orang kaya atau muzakki. Bahkan pada ayat surat At-Taubah tadi Allah Swt nyatakan dengan kalimat amr perintah ambillah’, maka hukumnya wajib. Dalam terminologi fikih,wajib diartikan يثاب على فعله ويعاقب على تركه Dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan/tidak dikerjakan mendapat dosa’. Maka, tidak ada alasan bagi mereka yang diberikan kelebihan harta, untuk tidak mengeluarkan zakatnya. Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Dalam riwayat Imam Bukhari dijelaskan, bahwa harta yang tidak dikeluarkan zakatnya, kelak di akirat akan berubah menjadi ular bermata satu. Ular itu melilit leher tuannya seraya berkata’aku adalah hartamu ’aku adalah uangmu yang haknya tidak engkau berikan kepada mereka yang berhak menerimanya’. Entah apa sebabnya, sudah puluhan ayat dan hadits disampaikan oleh para muballihg, para ustad, para penceramah atau mungkin sudah membacanya sendiri dari kitab tafsir maupun hadits, Namun manusia tetap enggan melakukannya, tetap berat mengeluarkan zakatnya dan tetap tidak mau tahu akan kewajibannya. Kesemuanya ini sudah menjadi fenomena rakyat Indonesia. Dan ini menjadi bagian dari tanggung jawab kita bersama. Kalaulah ada undang-undan yang membolehkan ’memerangi’ orang-orang kaya yang enggan mengeluarkan zakatnya, sebagaimana yang terjadi pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakar As-Siddiq, niscaya tidak akan ada orang kaya/mampu/berprofesi enggan membayarkan zakatnya,karena takut diperangi. Saudara-saudara...kenapa semuanya terjadi! Jawabannya sederhana,mereka terkena penyakit حب الدنيا وكره الموت , senang kepada dunia dan benci akan kematian’ akibatnya hati mereka tertutup dengan hidayah ada hanyalah keuntungan dan keuntungan. Sementara jika berzakat, yang nampak hanyalah kerugian, rugi karena harus mengeluarkan sebagian hartanya. Padahal hanya2,5%nya saja. Artinya, hati mereka sudah berkarat dan berkerak. Padahal jelas, bahwa setelah ayat perintah berzakat خذ من أموالهم ada lanjutan lagi berupa janji Allah, yakni membersihkan harta dan jiwa mereka تطهرهم وتزكيهم بها juga akan mebuat hati mereka tentram. Subhanallah, tidak ada yang lebih diinginkan oleh seorang hamba Allah, kecuali ketentraman hati dan jiwanya. Maka jangan heran, kalau ada orang miskin yang nampak tenang, senang dan menang. Sementara orang kaya terlihat resah dan gelisah. Sebagai akhir dari khutbah ini, khatib mengajak jamaah sekalian, untuk sama-sama memahami filosofi seorang tukang parkir. Ketika ada mobil mampir di arena parkirannya, ia sangat senang dan gembira, karena ada rezeki yang menghampirinya, mulai dari satu mobil, kemudian dua dan seterusnya. Bahkan tak jarang mereka bisa mengendarai segala jenis mobil yang menitip di wilayah parkirannya. Akan tetapi, ia hanya bisa memandang dan menjaganya, atau sekedar menghantarkan atau memidahkannya, tidak lebih dari itu. Kemudian, ketika si tuan mobil mengambil mobilnya, dengan iklas si tukang parkir mempersilahkannya, karena memang mobil itu bukan miliknya. Saudaraku...,ketika kita menyadari bahwa harta benda adalah titipan Allah, niscaya keengganan untuk berzakat akan tertepis dengan sedirinya. Sudah banyak bukti, kalau Allah menginginkan kembali hartaNya dari seorang hamba, Ia hanya berkata kun fayakun. Mudah-mudahan, Allah Swt selalu meberikan kasih sayang-Nya kepada kia semua. Amin ya rabbal alamin هدانا الله واياكم أجمعين, أقول قول هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم Khutbah II اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ Red. Ulil H/ Sumber Kumpulan Khutbah Zakat, Dirjend BIMAS, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Kementerian Agama RI 2012

harta benda hanya titipan allah